ORANG TIDAK MENDAPATI SHALAT JUM’AT, SHALAT APAKAH YANG IA LAKUKAN?
وَمَنْ فَاتَتْهُ الرَّكْعَتَانِ فَلْيُصَلِّ أَرْبَعًا
“Barangsiapa yang luput dua raka’at (jum’at), maka hendaklah ia shalat empat raka’at.” [1]Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang telah tertinggal shalat jum’at hendaknya shalat Zhuhur. Adapun faedah yang disebutkan oleh para pembahas furu’ dari perbedaan pendapat ini (bagi orang yang terluput shalat jum’at ia melakukan shalat Zhuhur atau shalat jum’at-pen) maka tidak ada landasannya sama sekali.
__________
[1] HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf (1/126/1), Ath Thabarani dalam Al Kabir (2/38/2), dan redaksi hadits di atas adalah riwayat beliau dari jalur periwayatan yang banyak dari Abul Ahwash dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu'anhu. Sebagian jalan periwayatannya adalah shahih dan dihasankan oleh Al Haitsami dalam Al Majma’ (2/192). Dan dimungkinkan penulis membawakan hadits Ibnu Mas’ud Radhiallahu'anhu sebagai dalil, padahal hadits tersebut Mauquf (hanya sampai pada Ibnu Mas’ud-pen), karena tidak diketahui adanya shahabat lain yang menyelisihinya. Dan konteks pembicaraan dari hadits ditegaskan oleh hadits Abu Hurairah Radhiallahu'anhu berikutnya dan dijadikan sebagai penguat dalam Al Mushannaf (1/206/1) dengan sanad yang shahih dari Abdurrahman bin Abu Dzuaib Radhiallahu'anhu, ia berkata,
خَرَجْتُ مَعَ الزُّبَيْرِ مُخْرِجًا يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَصَلَّى الْجُمُعَةَ أَرْبَعًا
“Aku keluar bersama Az Zubair menuju ke suatu jalan pada hari jum’at, kemudian beliau shalat Jum’at empat raka’at. Abdurrahman tersebut adalah Ibnu Abdillah bin Abi Dzuaib. Disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat (6/122/1), dan beliau berkata, “Ia (Abdurrahman bin Abi Dzu’aib) adalah seorang yatim yang di asuh oleh Az Zubair bin Al Awwam Radhiallahu'anhu.”Dalam hadits Ibnu Mas’ud Radhiallahu'anhu terdapat isyarat bahwa shalat Dzuhur adalah sebagai asal, dan ia menjadi wajib bagi orang yang tidak melakukan shalat Jum’at. Hal ini dikuatkan oleh sejumlah perkara:
Pertama: Perkara yang telah maklum adanya bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam dan para shahabat Radhiallahu'anhum dahulu melakukan shalat Zhuhur pada hari Jum’at bila sedang bersafar. Namun mereka melakukannya dengan diqashar. Kalau saja yang menjadi asal pada hari Jum’at adalah shalat Jum’at maka pastilah mereka akan melakukannya sebagai shalat Jum’at.
Kedua: Abdullah bin Ma’dan berkata dari neneknya, ia (neneknya) berkata, “Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu'anhu berkata kepada kami,
إِذَا صَلَّيْتُنَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ مَعَ اْلإِمَـامِ فَصَلِّيَنَّ بِصَلاَتِهِ، وَإِذَا صَلَّيْتُنَّ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ فَصَلِّيَنَّ أَرْبَعًا.
‘Bila kalian shalat pada hari Jum’at bersama Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, maka hendaklah kalian melakukan shalat yang beliau lakukan (shalat Jum’at-pen). Bila kalian shalat di rumah kalian maka hendaklah kalian shalat empat raka’at’.” Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (1/207/2), dan sanadnya adalah shahih sampai kepada neneknya Ibnu Ma’dan. Adapun tentang dia (nenek Ibnu Ma’dan), aku (Al Albani) belum mengetahuinya. Dan yang tampak ia adalah seorang tabi’i bukan shahabiyyah (wanit shahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam-pen). Riwayat ini dikuatkan oleh penyataan Al Hasan tentang wanita yang hadir di masjid pada hari Jum’at hendaklah ia shalat dengan shalatnya imam (shalat Jum’at), dan hal ini telah mencukupi baginya (tidak perlu lagi shalat Zhuhur-pen). Dalam riwayat beliau yang lain,كُنَّ النِّسَاءُ يَجْمَعْنَ مَعَ النَّبِيِّ وَكَـانَ يُقَالُ: لاَ تَخْرُجْنَ إِلاَّ تَفَلاَتٍ لاَ يُوْجَدُ مِنْكُنَّ رِيْحٌ طَيِّبٌ
“Dahulu para wanita ikut shalat Jum’at bersama Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,” dan dikatakan juga,“Janganlah kalian (para wanita) keluar (untuk ikut shalat Jum’at) kecuali dalam keadaan bau apek tidak didapati dari kalian bau minyak wangi.”
Sanad kedua riwayat di atas adalah shahih. Dalam riwayat yang lain dari Asy’ats dari Al Hasan, beliau berkata,
كُنَّ نِسَاءُ الْمُهَاجِرِيْنَ يُصَلِّيْنَ الْجُمُعَةَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ثُمَّ يَحْتَبِسْنَ بِهَا مِنَ الظُّهْرِ.
“Dahulu para wanita muhajirin melakukan shalat Jum’at bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam kemudian mereka menghitungnya sebagai shalat Zhuhur.”Aku (Al Albani) katakan bahwa barangsiapa yang meyakini bahwa yang asal pada hari Jum’at adalah shalat Jum’at, dan orang-orang yang terluput darinya atau tidak wajib baginya –seperti musafir dan kaum wanita-, maka hendaklah shalat dua raka’at sebagai shalat Jum’at, maka orang yang meyakini demikian telah menyelisihi nash-nash (dalil-dalil) dengan tanpa landasan (hujjah). Kemudian aku mendapati Ash Shan’ani menyebutkan (2/74) perkara yang serupa dengan ini dan bahwasanya shalat jum’at bila telah terluput maka wajib baginya shalat Zhuhur berdasar ijma’, dan ia (shalat Zhuhur-pen) sebagai gantinya. Kemudian Ash Shan’ani berkata, “Dan kami telah menahqiqnya (membahasnya) dalam tulisan tersendiri.”
Disalin Dari:
Tuntunan Shalat Jum’at
Hukum-hukum, Bid’ah-bid’ah serta Tanya-Jawab Seputar Shalat Jum’at
Penulis Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani